ARUTAN PENGGANTIAN PEJABAT OLEH PETAHANA PESERTA PILKADA SERENTAK TAHUN 2020

berita

27 January 2020

10836
ARUTAN PENGGANTIAN PEJABAT OLEH PETAHANA PESERTA PILKADA SERENTAK TAHUN 2020

Pada tahun 2020 ini untuk kesekian kalinya akan diadakan hajat besar nasional berupa Pilkada serentak. Dalam ajang Pilkada adalah lumrah keikutsertaan seorang Petahana sebagai salah satu kontestan. Hal yang sebenarnya biasa ini menjadi luar biasa  apabila dikaitkan dalam salah satu asas Pilkada yaitu jurdil (jujur dan adil) karena tidak bisa dipungkiri seorang Petahana yang maju dalam Pilkada mempunyai beberapa modal yang lebih menguntungkan bila dikaitkan dengan  posisi sebelumnya sebagai pejabat publik yang secara undang-undang mempunyai kewenangan-kewenangan tertentu. Salah satu kewenangannya adalah mutasi dan pengangkatan seorang pejabat, dimana kewenangan tersebut menjadi salah satu “power” seorang Petahana, yang mana apabila tidak dipagari dengan aturan khusus bisa merusak asas jurdil dalam Pilkada.

Pada tanggal 21 Januari 2020 , Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan surat Edaran Nomor : 273/487/SJ yang salah satu pointnya adalah aturan penggantian pejabat oleh Kepala Daerah yang Melaksanakan Pilkada serentak Tahun 2020. Lebih lanjut tentang hal ini dapat dicermati pada poin-poin berikut :

# ( 1 )   Berdasarkan  ketentuan Pasal 71   Undang-Undang  Nomor  10  Tahun 2016  tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang  Nomor 1   Tahun 2015  tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti  Undang-Undang Nomor  1    Tahun 2014 teritang Pemilihan Gubemur,  Bupati  dan Walikota Menjadi Undang-Undang, sebagaimana:

ayat (1)  Pejabat  negara,  pejabat  daerah,  pejabat aparatur  sipil negara,  anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

ayat (2)  Gubernur atau Wakil  Gubernur,  Bupati atau Wakil  Bupati,  dan Walikota atau Wakil  Walikota  dilarang  melakukan penggantian  pejabat 6  (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

ayat (3)  Gubernur atau Wakil  Gubernur,  Bupati  atau Wakil  Bupati,  dan Walikota atau Wakil Walikota  dilarang  menggunakan kewenangan,  program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal  penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

ayat (4)  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubemur atau penjabat Bupati/Walikota.

ayat (5)  Dalam hal Gubemur atau Wakil  Gubernur,  Bupati atau Wakil Bupati,  dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud  pada ayat  (2)  dan  ayat  (3),  petahana tersebut dikenai  sanksi pembatalan sebagai calon oleh  KPU  Provinsi atau  KPU Kabupaten/Kota.

ayat (6)  Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

# ( 2 )    Gubemur  atau Wakil  Gubemur,  Bupati  atau Wakil  Bupati,  dan Walikota  atau Wakil  Walikota sebagaimana   dimaksud  pada Passi 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 adalah Gubemur atau Wakil Gubernur,  Bupati  atau Wakil  Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota  pada daerah yang menyelenggarakan  pilkada  baik  yang mencalonkan  maupun tidak mencalonkan  dalam pilkada

# ( 3 )  Penggantian Pejabat sebagaimana  dimaksud pada Pasal 71  ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 terdiri dari :

§  Pejabat Struktural meliputi  Pejabat Pimpinan Tinggi  Madya,  Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas

§  Pejabat Fungsional yang diberi tugas tambahan memimpin  satuan/unit kerja meliputi Kepala Sekolah dan Kepala Puskesmas.  .

# ( 4 )   Khusus pengisian Sekretaris Panitia Pemilihan  Kecamatan  (PPK), Sekretaris  Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam) serta selain dimaksud pada angka 3 (tiga) di atas, tidak perlu lagi mendapat persetujuan tertulis Menteri.

# ( 5 ) Penggantian Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional sebagaimana angka 3 (tiga) huruf a dan huruf b di atas, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :

(a) Hanya  untuk  mengisi  kekosongan jabatan dengan sangat selektif,  serta tidak  melakukan mutasi/rotasi dalam jabatan.

(b) Proses pengisian Pejabat Pimpinan Tinggi dilaksanakan melalui seleksi terbuka sebagaimana ketentuan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur  Sipil Negara.

(c) Apabila belum dilaksanakan seleksi terbuka, maka untuk mengisi kekosongan jabatan dapat diangkat Pelaksana  Tugas   (Pit.)  dengan mempedomani  Surat Edaran   Kepala   Sadan Kepegawaian  Negara  Nomor 2/SENll/2019  tanggal 30 Juli  2019  tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian.

# ( 6 )  Tata Cara Penggantian Pejabat sebagai berikut:

(a) Gubernur dan/atau Plt/Pj/Pjs. Gubernur mengajukan permohonan penggantian Pejabat melalui layanan  aplikasi Sistem lnformasi  Online Layanan Administrasi (SIOLA)  dan e-mutasi.

(b) Bupati/Walikota  dan/atau Plt/Pj/Pjs.  Bupati/Walikota  mengajukan permohonan  kepada Menteri Dalam Negeri  melalui Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat  melalui layanan aplikasi Sistem lnformasi Online Layanan Administrasi (SIOLA) dan e-mutasi.

(c) Gubernur menerbitkan surat pengantar beserta dokumen kelengkapan usulan penggantian Pejabat di Kabupaten/Kota  dalam waktu paling lama  7 (tujuh)  hari  kerja sejak surat permohonan penggantian Pejabat di Kabupaten/Kota diterima Gubernur.

(d) Dalam hal Gubernur tidak menerbitkan  surat pengantar dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari  kerja,  maka usulan penggantian Pejabat di Kabupaten/Kota  dapat diproses oleh Menteri Dalam Negeri.

# ( 7 )  Berdasarkan ketentuan pada Lampiran Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan  atas Peraturan  Komisi  Pemilihan  Umum  Nomor  15  Tahun  2019  tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubemur dan Wakil Gubemur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020, bahwa penetapan pasangan calon pada tanggal 8 Juli 2020, sehingga terhitung mulai tanggal 8 Januari 2020 sampai dengan akhir masa jabatan dilarang melakukan penggantian Pejabat kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

# ( 8 )  Khusus bagi Penjabat Kepala Daerah atau Pelaksana Tugas Kepala Daerah yang diangkat untuk mengisi  kekosongan  Kepala  Daerah  sebagaimana  diamanatkan  dalam Pasal 132A  Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,  Pengesahan,  Pengangkatan  dan Pemberhentian  Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka dilarang melakukan mutasi pegawai, namun dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis Menteri.

# ( 9)  Pasal 162 ayat (3) Undang-Undang  Nomor 10 Tahun 2016  ditegaskan bahwa Gubemur, Bupati atau Walikota  yang akan melakukan  penggantian  pejabat  di lingkungan  Pemerintah  Daerah Provinsi  atau Kabupaten/Kota,  dalam jangka waktu  6 (enam)  bulan terhitung  sejak  tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.

# ( 10 )  Pasal 116 Undang-Undang  Nomor 5 Tahun  2014  tentang Aparatur Sipil  Negara,  ditegaskan bahwa:

ayat (1)  Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan  Tinggi selama 2  (dua) tahun terhitung sejak pelantikan  Pejabat Pimpinan  Tinggi, kecuali  Pejabat  Pimpinan Tinggi  tersebut  melanggar  ketentuan  peraturan perundang-undangan   dan   tidak   lagi   memenuhi   syarat   jabatan   yang ditentukan

ayat (2)  Penggantian Pejabat Pimpinan  Tinggi Utama dan Madya sebelum 2 (dua) ahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.


(Oleh : Habibu Rokhman , pengelola Situs / Web BKD Trenggalek )