ARUTAN PENGGANTIAN PEJABAT OLEH PETAHANA PESERTA PILKADA SERENTAK TAHUN 2020
Pada tahun 2020 ini untuk kesekian kalinya
akan diadakan hajat besar nasional berupa Pilkada serentak. Dalam ajang Pilkada
adalah lumrah keikutsertaan seorang Petahana sebagai salah satu kontestan. Hal
yang sebenarnya biasa ini menjadi luar biasa apabila dikaitkan dalam
salah satu asas Pilkada yaitu jurdil (jujur dan adil) karena tidak bisa
dipungkiri seorang Petahana yang maju dalam Pilkada mempunyai beberapa modal
yang lebih menguntungkan bila dikaitkan dengan posisi sebelumnya sebagai
pejabat publik yang secara undang-undang mempunyai kewenangan-kewenangan
tertentu. Salah satu kewenangannya adalah mutasi dan pengangkatan seorang
pejabat, dimana kewenangan tersebut menjadi salah satu “power†seorang
Petahana, yang mana apabila tidak dipagari dengan aturan khusus bisa merusak
asas jurdil dalam Pilkada.
Pada tanggal 21 Januari 2020 , Menteri Dalam
Negeri telah menerbitkan surat Edaran Nomor : 273/487/SJ yang salah satu
pointnya adalah aturan penggantian pejabat oleh Kepala Daerah yang Melaksanakan
Pilkada serentak Tahun 2020. Lebih lanjut tentang hal ini dapat dicermati pada
poin-poin berikut :
# ( 1 ) Berdasarkan
ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 teritang
Pemilihan Gubemur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang,
sebagaimana:
ayat (1) Pejabat negara,
pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara,
anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang
membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah
satu pasangan calon.
ayat (2) Gubernur atau Wakil
Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau
Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6
(enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir
masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
ayat (3) Gubernur atau Wakil
Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota
atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program,
dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik
di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum
tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon
terpilih.
ayat (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubemur
atau penjabat Bupati/Walikota.
ayat (5) Dalam hal Gubemur atau Wakil
Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil
Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai
sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota.
ayat (6) Sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
# ( 2 ) Gubemur atau Wakil
Gubemur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota
atau Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada
Passi 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 adalah Gubemur atau Wakil Gubernur,
Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota
pada daerah yang menyelenggarakan pilkada baik yang
mencalonkan maupun tidak mencalonkan dalam pilkada
# ( 3 ) Penggantian Pejabat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
terdiri dari :
§ Pejabat Struktural meliputi
Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi
Pratama, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas
§ Pejabat Fungsional yang
diberi tugas tambahan memimpin satuan/unit kerja meliputi Kepala Sekolah
dan Kepala Puskesmas. .
# ( 4 ) Khusus pengisian
Sekretaris Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Sekretaris
Panitia Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwascam) serta selain dimaksud
pada angka 3 (tiga) di atas, tidak perlu lagi mendapat persetujuan tertulis
Menteri.
# ( 5 ) Penggantian Pejabat Struktural dan
Pejabat Fungsional sebagaimana angka 3 (tiga) huruf a dan huruf b di atas,
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
(a) Hanya untuk mengisi
kekosongan jabatan dengan sangat selektif, serta tidak
melakukan mutasi/rotasi dalam jabatan.
(b) Proses pengisian Pejabat Pimpinan Tinggi
dilaksanakan melalui seleksi terbuka sebagaimana ketentuan Pasal 108
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
(c) Apabila belum dilaksanakan seleksi
terbuka, maka untuk mengisi kekosongan jabatan dapat diangkat Pelaksana
Tugas (Pit.) dengan mempedomani Surat
Edaran Kepala Sadan Kepegawaian Negara
Nomor 2/SENll/2019 tanggal 30 Juli 2019 tentang
Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian.
# ( 6 ) Tata Cara Penggantian Pejabat
sebagai berikut:
(a) Gubernur dan/atau
Plt/Pj/Pjs. Gubernur mengajukan permohonan penggantian Pejabat melalui layanan
aplikasi Sistem lnformasi Online Layanan Administrasi (SIOLA)
dan e-mutasi.
(b) Bupati/Walikota
dan/atau Plt/Pj/Pjs. Bupati/Walikota mengajukan permohonan
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah Pusat melalui layanan aplikasi Sistem lnformasi Online Layanan
Administrasi (SIOLA) dan e-mutasi.
(c) Gubernur menerbitkan surat pengantar
beserta dokumen kelengkapan usulan penggantian Pejabat di Kabupaten/Kota
dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
surat permohonan penggantian Pejabat di Kabupaten/Kota diterima Gubernur.
(d) Dalam hal Gubernur tidak menerbitkan
surat pengantar dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka
usulan penggantian Pejabat di Kabupaten/Kota dapat diproses oleh Menteri
Dalam Negeri.
# ( 7 ) Berdasarkan ketentuan pada
Lampiran Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor
15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal
Penyelenggaraan Pemilihan Gubemur dan Wakil Gubemur, Bupati dan Wakil Bupati,
dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020, bahwa penetapan pasangan calon
pada tanggal 8 Juli 2020, sehingga terhitung mulai tanggal 8 Januari 2020
sampai dengan akhir masa jabatan dilarang melakukan penggantian Pejabat kecuali
mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
# ( 8 ) Khusus bagi Penjabat Kepala
Daerah atau Pelaksana Tugas Kepala Daerah yang diangkat untuk mengisi
kekosongan Kepala Daerah sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka dilarang melakukan mutasi
pegawai, namun dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis
Menteri.
# ( 9) Pasal 162 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 ditegaskan bahwa Gubemur, Bupati atau Walikota
yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal
pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
# ( 10 ) Pasal 116 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,
ditegaskan bahwa:
ayat (1) Pejabat Pembina Kepegawaian
dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun
terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali
Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
tidak lagi memenuhi
syarat jabatan yang ditentukan
ayat (2) Penggantian Pejabat Pimpinan
Tinggi Utama dan Madya sebelum 2 (dua) ahun dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan Presiden.
(Oleh
: Habibu Rokhman , pengelola Situs / Web BKD Trenggalek )