Msyarakat Trenggalek Sambut Kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono X Dalam Rangka Muhibah Budaya

pariwisata

02 September 2022

9465
Msyarakat Trenggalek Sambut Kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono X Dalam Rangka Muhibah Budaya

Kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Kirab Kerakyatan mendapatkan sambutan hangat dan antusiasme luar biasa dari masyarakat Kabupaten Trenggalek.


Nampak di sepanjang rute kirab masyarakat setempat memadati jalan untuk menyaksikan langsung iring-iringan kirab yang menggunakan kereta kuda. Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin bersama Wakil Bupati Syah turut mengikuti kirab kerakyatan kali ini bersama seluruh jajaran Kepala OPD, Kamis (1/8/2022).

Didampingi sang putri, Gusti Kanjeng Ratu Hayu, kehadiran Sri Sultan hadir di Kabupaten Trenggalek dalam rangka Muhibah Budaya. Muhibah Budaya yang menyuguhkan pameran dan workshop ini juga menjadi momentum istimewa karena bertepatan dengan peringatan Hari Jadi ke-828 Trenggalek.

Dalam kesempatan tersebut, Sri Sultan menyebut muhibah budaya bukan sekedar kunjungan biasa tapi bermakna merajut persahabatan untuk merangkai kembali sejarah mataraman.

"Ada benang merah antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Trenggalek, benang merah telah terajut abadi dalam khazanah sejarah dan budaya Mataram," tutur Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Lebih lanjut, Gubernur DIY ini menambahkan, "ini yang harus kita lestarikan DIY dan kabupaten Trenggalek akan tumbuh dan berkembang bersama dengan sejarah dan budaya sebagai perekatnya," pesannya.

Sudah selayaknya warga Trenggalek berbangga karena hidup di sebuah wilayah yang penuh dengan history dan budaya adiluhung, Trenggalek adalah sebuah daerah yang istimewa terutama apabila ditilik dari sejarahnya.

Sejak zaman kuno Trenggalek merupakan daerah berstatus bebas pajak atau daerah otonom yang dikenal pula dengan istilah simo poro simo. Dalam sejarah nusantara status otonom diberikan karena masyarakat suatu daerah telah berjasa besar kepada negara. Dengan status itu pula daerah ini diberikan kewenangan untuk mengelola pajak bumi perdagangan dan pajak lainnya.

"Hebatnya Trenggalek telah menjadi daerah merdeka dan mandiri sejak zaman Raja Sendok era Mataraman kuno," jelasnya.

Keterikatan sejarah antara daerah istimewa Yogyakarta dengan kabupaten Trenggalek salah satunya bermula dari perjanjian Giyanti tahun 1755. Dimana kerajaan Mataram terpecah menjadi kasunanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta.

Wilayah kabupaten Trenggalek terbagi ke dalam dua bagian, Panggul dan Munjungan masuk wilayah Bupati Pacitan yang mengabdi kepada kesultanan Yogyakarta. Sedangkan lainnya masuk kedalam Bupati Ponorogo yang berada di bawah kasunanan Yogyakarta.

Selain keterikatan sejarah kabupaten Trenggalek juga memiliki potensi dan cagar budaya yang beragam sejak periode prasejarah dan berlanjut terus sampai periode sesudahnya. Kondisi ini juga sama dengan DIY yang memiliki keragaman warisan dan cagar budaya dari periode prasejarah jelas sudah Yoga dan Trenggalek menjadi istimewa juga karena esensi budayanya.

Melalui momentum ini, Pemerintah DIY merasa perlu merajut ulang komitmen memajukan budaya Mataraman dengan Kabupaten Trenggalek untuk menemukan lagi spirit ke Indonesiaan.

Muhibah ini menjadi penting dan bermakna apabila melihat yang disampaikan Bung Karno, bahwa kreasi kultural bukan hanya hiburan semata. Senin dan budaya menjadi yang dari perjuangan serta merupakan elemen esensial.

"Saya menyambut baik inisiatif dari pemerintah kabupaten Trenggalek untuk turut nguri-nguri budaya mataraman, saya juga mendukung penuh terjadinya kerjasama antar kedua daerah," sebut Sri Sultan.

"Harapannya upaya baginya akan membawa dampak positif dan signifikan bagi kemajuan kabupaten Trenggalek. Budaya Mataraman sejatinya adalah persembahan bagi anak cucu kita, kandungan nilai edipeni dan adiluhung yang terkandung di dalamnya diharapkan dapat menjadi salah satu pedoman masyarakat," pungkasnya. Diskominfo Trenggalek